Pageblug Mayangkara, Kearifan Lokal Hadapi Krisis

KBRN, Surabaya: Istilah Pageblug Mayangkara kembali diperbincangkan sebagai refleksi sejarah dan pembelajaran bagi masyarakat modern. Dalam budaya Jawa, istilah ini merujuk pada wabah penyakit mematikan yang terjadi sekitar tahun 1918 di wilayah Tawang dan Blendis. Wabah tersebut dikenang sebagai musibah besar yang menelan banyak korban jiwa dalam waktu singkat dan menjadi memori kolektif masyarakat setempat hingga kini.

Budayawan Djadi Galajapo menjelaskan, pageblug Mayangkara tidak hanya dimaknai sebagai bencana kesehatan fisik, tetapi juga simbol kekacauan sosial dan psikis akibat krisis besar. “Ungkapan ‘pagi sakit sore meninggal, sore sakit pagi meninggal’ menggambarkan kepanikan dan ketidakberdayaan masyarakat menghadapi wabah yang belum dipahami secara medis pada masanya,” ujar Djadi dalam program Obrolan Budaya Pro4 RRI Surabaya, Selasa ( 16/12/2025).

Ia menambahkan, narasi pageblug dalam cerita tutur Jawa berfungsi sebagai kearifan lokal agar masyarakat belajar dari masa lalu, khususnya pentingnya kebersamaan, kewaspadaan, serta keseimbangan antara lahir dan batin dalam menghadapi musibah. Nilai-nilai tersebut dinilai masih relevan di tengah berbagai tantangan kesehatan di era modern.

Sementara itu, dr.Rahmat Arisatoto dari Paguyuban Warasurabaya menyoroti meningkatnya persoalan kesehatan mental di Indonesia, terutama di kalangan remaja. Menurutnya, gangguan psikis seperti depresi, kecemasan, bipolar, hingga PTSD kini menjadi “pageblug baru” yang sering tidak disadari. “Tekanan sosial, trauma, dan stres berkepanjangan dapat memicu gangguan mental yang serius bila tidak ditangani sejak dini,” jelasnya.

Rahmat menekankan bahwa penanganan kesehatan mental membutuhkan pendekatan komprehensif melalui kombinasi terapi medis, psikoterapi, serta dukungan keluarga dan lingkungan. Ia juga mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma terhadap penderita gangguan mental agar mereka berani mencari pertolongan.

“Belajar dari sejarah pageblug, kunci utama menghadapi krisis kesehatan adalah kepedulian dan solidaritas,” katanya mengakhiri.

Rekomendasi Berita