KBRN, Cirebon: Seringkali kita menganggap gosip di kantor hanyalah bunga rampai pergaulan atau drama sosial biasa. Namun, jika ditelaah lebih dalam, maraknya "bisik-bisik tetangga" di lingkungan kerja sebenarnya adalah alarm keras bahwa ada saluran komunikasi yang tersumbat dalam organisasi tersebut.

Ketika gosip menjadi sumber informasi utama bagi karyawan dibandingkan saluran resmi, itu adalah tanda awal kerusakan budaya kerja. Karyawan mulai mencari kebenaran lewat jalur belakang karena minimnya informasi dari manajemen atau adanya ketakutan untuk bicara secara langsung.

Akar masalah dari fenomena ini biasanya bukan terletak pada individu yang "suka drama", melainkan pada sistem yang menciptakan ketidakpastian. Gosip tumbuh subur di lahan yang tidak transparan, seperti keputusan manajemen yang tidak jelas alasannya, perlakuan yang tidak adil, atau ketidakkonsistenan aturan.

Dilansir dari Forbes, ketidakjelasan komunikasi dari pemimpin menciptakan "ruang hampa" (vacuum) yang secara alami akan diisi oleh rumor dan spekulasi karyawan untuk meredakan kecemasan mereka akan masa depan. Dampak dari pembiaran budaya gosip ini sangat destruktif bagi kesehatan mental organisasi.

Lingkungan kerja berubah menjadi tempat yang penuh kecurigaan (distrust) alih-alih saling dukung. Rasa ketidakpercayaan kepada manajemen meningkat, yang pada akhirnya menggerus semangat kerja tim.

Budaya organisasi tidak lagi tercermin dari visi-misi yang tertulis indah di dinding lobi, melainkan dari apa yang dibicarakan karyawan dengan nada cemas di grup pesan pribadi mereka. Oleh karena itu, manajemen harus sadar bahwa kepercayaan tidak bisa dibangun di atas rahasia.

Transparansi adalah kunci untuk mematikan mesin gosip. Karyawan perlu merasa aman untuk menyampaikan pendapat tanpa takut akan retaliasi atau balasan negatif.

Ketika informasi mengalir lancar dan jujur dari atas ke bawah, karyawan tidak lagi perlu berspekulasi, dan energi mereka bisa kembali fokus pada produktivitas, bukan pada kecemasan.