BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan peringatan meningkatnya potensi munculnya siklon tropis di wilayah selatan Indonesia. Pemantauan atmosfer menunjukkan bibit siklon dapat terbentuk pada periode November 2025 hingga Februari 2026 di sejumlah perairan rawan. Risiko ini dinilai perlu mendapatkan perhatian publik mengingat eskalasi cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini berimbas pada banjir dan longsor di Sumatra. Situasi tersebut menuntut langkah antisipatif yang lebih kuat dari pemerintah dan masyarakat.
Menanggapi bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada akhir November, Kepala BMKG Prof. Teuku Faisal Fathani, beberapa waktu lalu menegaskan bahwa peringatan dini telah dikeluarkan beberapa hari sebelumnya. Informasi tersebut telah disampaikan kepada pemerintah daerah, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mengakselerasi respons lapangan.
Faisal menjelaskan bahwa anomali atmosfer global membuat pembentukan bibit siklon semakin mungkin terjadi di Indonesia. Fenomena La Niña, El Nino, Indian Ocean Dipole, hingga seruakan dingin dari Siberia memperkuat ketidakstabilan cuaca. Perubahan pola ini menyebabkan wilayah tropis yang historisnya jarang terdampak siklon, kini menghadapi risiko lebih tinggi.
Yang pasti, siklon Senyar yang memicu hujan ekstrem di Aceh dan Sumatra Utara karena bergerak tidak stabil dan terperangkap lama di Selat Malaka. Pergerakan yang lambat menyebabkan awan hujan terus terbentuk dan turun selama dua hingga tiga hari di lokasi yang sama. Suhu permukaan laut yang hangat turut memperkuat konsentrasi awan hujan.
Curah hujan ekstrem tersebut bertahan hingga tiga hari. Untuk periode Desember hingga Februari ke depan, BMKG memprediksi potensi pembentukan bibit siklon tropis akan meningkat di perairan selatan Indonesia. Wilayah rawan termasuk Bengkulu, Sumatera bagian selatan, selatan Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, serta Papua bagian tengah dan selatan. Daerah berpenduduk padat diminta lebih waspada.
Karena itu, masyarakat memperkuat langkah mitigasi untuk menghadapi potensi cuaca ekstrem dalam beberapa bulan ke depan. Pemantauan rutin terhadap peringatan dini menjadi kunci untuk mengurangi dampak bencana. Pemerintah daerah juga diharapkan memastikan infrastruktur dasar seperti drainase, jalur evakuasi, dan fasilitas publik dalam kondisi siap. Kewaspadaan perlu ditingkatkan karena puncak musim hujan berada di Januari dan Februari. Selain itu, penting juga untuk melaksanakan operasi modifikasi cuaca di sejumlah wilayah terdampak.