KBRN, Singaraja: Dian Puspayani mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi di Universitas Pendidikan Ganesha menyoroti tentang bencana alam yang terjadi baru ini, khususnya di daerah Aceh-Sumatera. Melalui Literasi Konstitusi Lawan Hoaks Banjir Aceh- Sumatera Dian menyerukan Generasi Z Anti-Disintegrasi.
Bencana banjir bandang yang terjadi di Aceh dan Sumatera pada Desember 2025 memperparah ancaman terhadap persatuan bangsa melalui berita palsu dan ujaran kebencian di media sosial, dengan Generasi Z menjadi pelaku utama penyebarannya. Banjir yang sangat parah di Aceh Selatan, Pidie, dan Sumatera Utara menyebabkan ribuan rumah tenggelam, memutus akses penting, dan menyebabkan kematian puluhan orang
Namun, di platform seperti TikTok dan Instagram, berita palsu seperti "banjir merupakan rencana pemerintah untuk mengeluarkan warga secara paksa", "bantuan korupsi oleh para elite Jakarta", atau isu SARA "banjir disebabkan oleh kesalahan kelompok minoritas Aceh" marak terjadi. Generasi Z lokal (usia 13-28 tahun), yang sekitar 70% aktif di media sosial daerah, cenderung membagikan video yang tidak jelas dan tidak diverifikasi secara impulsif, sehingga memicu konflik antar warga Aceh dengan pusat, antar etnis, hingga boikot bantuan dari pemerintah pusat.
Sila kedua dari Pancasila, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", serta sila kelima, "Keadilan Sosial", menjadi dasar konstitusional dalam menangani berita palsu terkait bencana Aceh dan Sumatera.Hal ini didukung oleh UUD 1945 Pasal 28H yang menjamin hak warga atas perlindungan bencana dan Pasal 33 ayat 3 yang menjamin pemerataan bantuan tanpa diskriminasi berdasarkan wilayah. Di Aceh yang memiliki status khusus, nilai bela negara sesuai dengan Qanun Aceh dan UU Otsus menuntut Generasi Z untuk memverifikasi informasi lebih dulu sebelum membagikannya, agar tidak menyebarkan berita palsu yang bisa memicu konflik seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam masa lalu.
Nilai sila ketiga "Persatuan Indonesia" bertujuan untuk mencegah terjadinya disintegrasi di tingkat regional. Demokrasi partisipatif sebagaimana diatur dalam konstitusi juga mendorong literasi gotong royong secara virtual, di mana hak atas informasi yang akurat tentang bencana menjadi kewajiban untuk menolak ujaran kebencian seperti "Aceh dilupakan oleh Jakarta".
/13zpco5potrahuf.jpeg)
Generasi muda Sumatera seharusnya tidak hanya menjadi korban berita palsu, tapi juga agen kemanusiaan yang berbasis pada prinsip Bhinneka Tunggal Ika, menghormati adat setempat sekaligus memperkuat keutuhan NKRI. Program darurat bernama Gen Z Aceh-Sumatera Banjir Shield, yang mengadopsi model literasi dari Adila et al.
Bekerja sama dengan BPBD Aceh dan BPBD Sumut, Kominfo Wilayah I, BPIP, Polda Aceh cyber team, serta influencer lokal Z (rapper Aceh, TikToker Sumut). Terlibat pula aktor formal seperti Qanun Aceh dan UU ITE yang mengatur blokir berita palsu terkait bencana, media daerah seperti Serambi Indonesia yang melakukan verifikasi, dan non-formal seperti Dayah Aceh serta pemuda kampung melalui kegiatan "cangkrukan banjir".
Pilar-pilar nyatanya adalah sebagai berikut:
(1) Aplikasi bernama "Konstitusi Banjir Aceh" yang berbentuk game berbahasa Aceh atau Indonesia, diintegrasikan dalam kurikulum PPKn di pesantren dan madrasah, menggunakan AI untuk memeriksa berita palsu secara real-time seperti "foto banjir 2023 palsu" atau "rute bantuan salah", dengan dasar sila kemanusiaan, dan target unduhan mencapai 2 juta pemuda dari Aceh dan Sumatera.
(2) Challenge bernama #PancasilaBanjirAceh di TikTok yang bekerja sama dengan rapper lokal, membuat video lokasi aman dan donasi yang telah diverifikasi oleh BPBD, hadiah berupa sembako sebagai bentuk bela negara, serta laporan berita palsu melalui hotline Sumatera.
(3) Posko literasi mobile ditempatkan di 100 titik banjir di Aceh Selatan dan Pidie, distribusi 5 juta booklet berjudul "Hoaks Banjir vs Otsus Aceh", serta peta live-map evakuasi oleh BNPB dan verifikasi bantuan. Pilot program akan dilaksanakan pada Desember 2025 hingga Maret 2026 yang merupakan musim hujan. Sumber dana berasal dari APBN dan CSR Pertamina (Sumatera). Evaluasi dilakukan melalui survei literasi lokal dengan target penurunan 70% berita palsu terkait bencana.
Program ini mengharapkan Gen Z Aceh-Sumatera mengubah berita palsu menjadi solidaritas: mempercepat verifikasi berita sehingga bantuan meningkat 50%, mengurangi konflik SARA sebesar 60%, meningkatkan donasi yang akurat melalui media sosial hingga 80%, serta menyelamatkan ratusan nyawa korban banjir setiap tahun. Dampak langsung yang tercipta adalah kerja sama gotong royong hybrid (membagikan tempat perlindungan di Dayah yang aman), toleransi antara Aceh dan Jakarta menjadi lebih kuat, serta kebanggaan pada negara dengan cara konkret, yaitu mencegah narasi separatisme digital.
Jangka panjang, pemuda Sumatera akan menolak radikalisme yang berasal dari berita palsu, serta memproduksi konten positif dengan pesan Aceh Bangkit Bersama NKRI. Harapannya, dalam Indonesia Emas 2045, Gen Z Aceh-Sumatera menjadi Pahlawan Banjir Digital yang menerapkan konstitusi dalam menghadapi bencana regional setiap tahun, dan Pancasila sebagai benteng persatuan Sumatera dari berbagai hoaks. Timeline banjir akan diubah menjadi timeline kemanusiaan dan kerja sama gotong royong.