KBRN, Manado: Kata radiasi kerap memunculkan kekhawatiran. Banyak orang langsung membayangkan risiko dan dampak berbahaya bagi tubuh. Namun, dalam dunia medis modern, radiasi justru menjadi salah satu harapan penting dalam pengobatan kanker, terutama ketika terapi lain belum sepenuhnya membersihkan sel tumor.
Hal tersebut diungkapkan oleh dr. Robertus Suryo Seto, Sp.Rad(K) Onk Rad, dokter spesialis onkologi radiasi konsultan RSUP Persahabatan, dalam talk show Kementerian Kesehatan RI bertajuk “Brakiterapi itu Apa, Sih? Kenalan dengan Radiasi dari Dalam Tubuh”.
Menurut dr. Seto, brakiterapi merupakan teknik radioterapi yang bekerja dengan cara menempatkan sumber radiasi langsung di dalam atau sangat dekat dengan tumor. Pendekatan ini membuat radiasi tidak perlu melewati banyak jaringan sehat, sehingga dosis tinggi dapat difokuskan tepat pada sasaran.
“Brakiterapi berperan penting sebagai terapi tambahan untuk membersihkan sisa tumor yang sulit dijangkau, terutama setelah pasien menjalani radioterapi dari luar atau kemoterapi,” jelasnya.
Berbeda dengan radioterapi eksternal, brakiterapi memanfaatkan teknologi canggih berbasis pencitraan tiga dimensi seperti CT Scan dan MRI untuk memastikan ketepatan lokasi. Sumber radiasi yang digunakan berukuran kecil, berenergi tinggi, dan dikendalikan dari jarak jauh, sehingga prosedur menjadi lebih aman bagi pasien maupun tenaga medis.
Metode ini telah digunakan sejak lama, namun perkembangannya semakin pesat seiring kemajuan teknologi. Saat ini, brakiterapi tidak hanya diterapkan pada kanker ginekologi, tetapi juga mulai digunakan untuk berbagai jenis kanker lain dengan lokasi tertentu yang dapat dijangkau alat.
Meski demikian, tidak semua pasien dapat menjalani brakiterapi. Diperlukan evaluasi menyeluruh, mulai dari kondisi umum pasien, hasil pemeriksaan darah, hingga kesiapan menjalani anestesi. Efek samping yang muncul pun umumnya bersifat lokal dan terbatas di area sekitar tumor.
“Keuntungan terbesarnya adalah peningkatan efektivitas pengobatan, yang berdampak langsung pada peluang kesembuhan dan kualitas hidup pasien,” tutup dr. Seto.