KBRN, Kupang: Peringkat kuliner global kembali menempatkan masakan Italia di posisi teratas sebagai yang paling dicintai di dunia. Dengan skor 4,64, Italia unggul berkat daya tariknya yang tak lekang oleh waktu, kekayaan tradisi kuliner regional, serta keseimbangan antara kesederhanaan dan cita rasa yang kuat.
Hidangan ikonik seperti pizza Napoli dan beragam tradisi pasta khas Roma menjadi simbol keunggulan kuliner Italia yang mampu diterima lintas budaya dan generasi. Konsistensi rasa serta penggunaan bahan sederhana namun berkualitas menjadi kunci popularitasnya di panggung global.
Di posisi kedua, masakan Yunani meraih skor 4,60. Kuliner Yunani dikenal luas karena penggunaan bahan Mediterania segar, minyak zaitun, serta budaya makan bersama yang kental. Hidangan seperti moussaka, souvlaki, dan aneka mezze mencerminkan gaya hidup sehat dan kebersamaan yang menjadi ciri khasnya.
Sementara itu, masakan Peru menempati peringkat ketiga dengan skor 4,54. Peru mendapat pujian berkat perpaduan berani pengaruh Pribumi, Spanyol, Afrika, dan Asia, menjadikannya salah satu budaya kuliner paling dinamis dan inovatif di dunia saat ini.
Di luar tiga besar, peringkat ini menunjukkan dominasi berkelanjutan masakan dari Eropa dan Asia, dengan Jepang, Cina, dan Turki secara konsisten meraih apresiasi tinggi. Yang menarik, masakan Indonesia berhasil menembus 10 besar dunia di peringkat ke-10, menandai meningkatnya pengakuan internasional terhadap kekayaan cita rasa Nusantara.
Menurut seasiastats, hidangan khas seperti rendang, sate, dan nasi goreng semakin dikenal sebagai makanan yang kompleks, dan mampu bersaing di tingkat global. Capaian ini juga mencerminkan meningkatnya minat dunia terhadap kuliner Asia Tenggara.
Peran kota-kota besar Asia Tenggara turut memperkuat tren ini. Bangkok, Singapura, Jakarta, dan Kuala Lumpur kini dipandang sebagai pusat kuliner global, tempat makanan jalanan lokal berdampingan dengan restoran fine dining internasional.
Kota-kota tersebut berfungsi sebagai gerbang penting dalam memperkenalkan cita rasa Asia Tenggara ke dunia, sekaligus menjadi ruang pertemuan berbagai tradisi kuliner internasional seperti Italia dan Jepang. Seiring berkembangnya pariwisata kuliner, Asia Tenggara tak lagi sekadar menjadi konsumen tren makanan global, tetapi juga kontributor aktif dalam membentuk arah kuliner dunia. (JR)