"Sitawa Sidingin", Bukan Sekadar Tanaman, Melainkan Filosofi Kehidupan
- by Pangestu
- 16 Des 2025
KBRN, Bukittinggi: Daun sitawa dan sidingin merupakan dua jenis tanaman herbal yang tak terpisahkan dalam tradisi masyarakat Indonesia, khususnya di ranah Minangkabau. Keduanya sering digunakan sebagai simbol penyejuk, baik secara medis maupun dalam berbagai upacara adat
Berikut adalah informasi mengenai daun sitawa sidingin:
Daun sidingin, yang secara ilmiah dikenal sebagai kelompok Kalanchoe sp. (sering kali merujuk pada Kalanchoe laciniata), adalah tanaman sukulen yang populer sebagai tanaman hias sekaligus obat tradisional.
Karakteristik utamanya adalah daun yang berdaging tebal dan mampu menyimpan cadangan air dalam jumlah banyak. Tanaman ini memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi, bahkan dapat tumbuh hanya dari sehelai daun yang jatuh ke tanah.
Sementara itu, sitawa (sering dikaitkan dengan tanaman jenis Costus atau penawar) dikenal sebagai tanaman yang memiliki khasiat sebagai penetralisir. Dalam pengobatan tradisional, sitawa sering digunakan untuk "menawarkan" atau menetralkan rasa sakit dan pengaruh buruk.
Kombinasi keduanya diyakini menciptakan harmoni kesehatan yang menyeimbangkan unsur panas dan dingin di dalam tubuh.
Secara medis, daun sidingin kaya akan kandungan flavonoid, tanin, dan senyawa antiinflamasi lainnya. Saat ini penelitian terus menunjukkan efektivitasnya dalam meredakan panas dalam secara alami dan menurunkan suhu tubuh saat demam.
Sifat pendinginnya tidak hanya terasa secara harfiah di kulit, tetapi juga bekerja pada sistem internal untuk mengurangi peradangan.
Khasiat lain yang cukup menonjol dari daun sidingin adalah kemampuannya dalam mengatasi masalah kemih dan diabetes. Masyarakat sering menggunakan air rebusan atau perasan daun ini untuk melancarkan pembuangan urine serta membantu menjaga kadar gula darah agar tetap stabil. Selain itu, tanaman ini juga efektif digunakan sebagai obat batuk alami dan pereda nyeri sendi.
Dalam budaya Minangkabau, "Sitawa Sidingin" bukan sekadar tanaman, melainkan filosofi kehidupan. Ungkapan ini sering muncul dalam doa atau mantra yang dipanjatkan oleh tetua adat untuk memberikan ketenangan batin kepada seseorang.
Jika seseorang sedang mengalami gejolak emosi atau menghadapi masalah besar, mereka diharapkan mendapatkan "sitawa sidingin" sebagai obat penawar hati.
Penggunaan dalam upacara adat sangatlah luas, mulai dari prosesi kelahiran, pernikahan, hingga pendirian rumah baru. Biasanya, daun ini diletakkan dalam wadah berisi air yang kemudian dipercikkan kepada orang atau objek yang didoakan.
Percikan air sitawa sidingin ini melambangkan harapan agar segala sesuatu berjalan dengan sejuk, selamat, dan terhindar dari gangguan jahat atau panasnya sengketa.
Pemanfaatan sitawa sidingin telah berkembang ke ranah medis formal melalui program kesehatan tradisional terintegrasi. Beberapa rumah sakit, mulai meluncurkan layanan.
"Sitawa jo Sidingin" yang mengombinasikan pengobatan modern dengan kearifan lokal. Hal ini menunjukkan bahwa nilai guna tanaman ini tetap relevan dan diakui di tengah kemajuan teknologi kesehatan.
Budidaya tanaman ini juga sangat mudah karena daya tahannya yang luar biasa terhadap berbagai kondisi lingkungan. Anda dapat menanamnya di pekarangan rumah sebagai apotek hidup untuk pertolongan pertama pada luka ringan atau demam anak.
Dengan menjaga keberadaan sitawa sidingin, kita tidak hanya melestarikan tanaman obat, tetapi juga merawat warisan budaya yang penuh dengan pesan kedamaian dan kesejukan. (TW/YPA)